Penting! Apakah sebenarnya penyakit Vlek ini?
Sering
kita mendengar orangtua bercerita, Anak saya terkena flek (Vlek?) Jika
dilakukan suatu survey sederhana yang menanyakan siapa yang
putra/putrinya pernah terkena vlek, maka tidak sedikit yang mengiyakan.
Dalam rujukan literatur medis, tidak pernah dikenal penyakit yang
namanya Vlek. Mengapa istilah yang tidak ada rujukannya ini demikian
popular? Pasien yang didiagnosis sebagai Vlek hampir pasti memperoleh
pengobatan berupa obat anti tuberculosis (TB). Dengan kata lain, yang
disebut sebagai Vlek ini adalah penyakit TB. Mengapa dokter enggan
menyebut secara jujur bahwa pasien terkena TB? Ini mungkin terkait
dengan karakter masyarakat kita yang cenderung memperhalus kata-kata
yang dianggap merupakan kondisi yang memalukan atau merupakan stigma
yang kurang baik dalam masyarakat. Tuberkulosis atau TB dahulu dikenal
sebagai TBC atau penyakit tiga huruf yang pada beberapa dekade lalu
merupakan penyakit menular dan mematikan, sehingga pasiennya harus
dikarantina di tempat tersendiri yang diberi nama sanatorium.
Mengapa sampai dipilih kata Vlek ini untuk menggantikan penyakit tuberkulosis? Kata Plek/Vlekken dari bahasa Belanda berarti spot
dalam bahasa Inggris atau dalam bahasa Indonesia berarti bercak. Hal
ini kemungkinan mengacu pada penampakan bercak-bercak atau infiltrat
pada foto Rontgen pasien TB. Sebenarnya timbulnya bercak atau infiltrat
pada foto Rontgen paru bukan spesifik milik penyakit TB namun dapat
terjadi pada penyakit lainnya seperti pneumonia (radang paru akut) oleh
berbagai macam penyebab baik virus, bakteri atau jamur.
Lebih Jauh tentang Tuberkulosis (TB) pada Anak
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui udara. Anak biasanya
tertular TB dari orang dewasa yang sakit TB dan berkontak erat
dengannya. Pasien TB yang paling mudah menularkan adalah yang
pemeriksaan dahaknya positif mengandung kuman TB. Adanya sumber
penularan baik di dalam atau sekitar rumah juga di lingkungan terdekat
lainnya misalnya di taman bermain, sekolah, tempat les; merupakan faktor
risiko anak terkena TB. Gejala sakit TB pada anak agak berbeda dengan
gejala TB pada orang dewasa. Jika pada orang dewasa gejala batuk darah
atau batuk lama merupakan gejala utama, pada anak gejala tersering
adalah demam lama yang tak kunjung sembuh. Anak juga sering mengalami
kesulitan menaikkan berat badan atau bahkan mengalami penurunan berat
badan.
Batuk pada anak yang patut dicurigai sebagai gejala TB adalah batuk yang
terjadi terus-menerus selama paling sedikit 2 minggu, tidak pernah
reda, bahkan cenderung makin memberat. Intensitas batuk biasanya tidak
berbeda antara siang dan malam. Harus dibedakan antara batuk pada TB
dengan batuk yang terkait alergi yang juga sering dialami oleh anak
dengan adanya riwayat alergi pada keluarga. Batuk alergi lebih bersifat
hilang-timbul, biasanya timbul jika ada pencetus, malam atau dini hari
lebih berat daripaa di siang hari. Batuk terkait alergi ini dapat mereda
dengan atau tanpa pengobatan. Pada TB, anak cenderung kurang aktif
dibandingkan temannya sedangkan pada alergi biasanya anak tetap aktif
seperti biasa.
Bagaimana dokter mendiagnosis TB pada anak?
Diagnosis
TB pada anak lebih sulit dibandingkan pada dewasa, karena gejalanya
terkadang kurang khas dan anak belum dapat sepenuhnya mengeluarkan dahak
untuk diperiksakan. Oleh sebab itu dokter akan melakukan serangkaian
pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak. Setelah
mengumpulkan keterangan perjalanan penyakit dan melakukan pemeriksaan
fisis, pemeriksaan yang sangat penting untuk membuktikan bahwa anak
sudah terinfeksi TB adalah uji tuberkulin yang disebut dengan uji
Mantoux (Mantoux test). Jika uji tuberkulin tidak tersedia maka
alternatif pemeriksaan untuk membuktikan adanya infeksi adalah
pemeriksaan darah yang disebut dengan IGRA (Interferon gamma release assay)-TB.
Pemeriksaan penting lainnya adalah pemeriksaan Rontgen dada. Pada
kondisi tertentu misalnya didapatkan benjolan kelenjar pada daerah leher
maka dokter akan melakukan biopsy/pengambilan contoh jaringan pada
benjolan yang membesar tersebut. Semua informasi mulai dari riwayat
penyakit, pemeriksaan fisis termasuk penelurusan pertumbuhan melalui
kurva berat badan, uji Mantoux, Rontgen serta pemeriksaan tambahan
lainnya akan menjadi dasar penegakan diagnosis TB.
Jika
diagnosis TB sudah ditegakkan maka anak harus minum obat anti TB selama
6 bulan. Pada kondisi TB yang berat misalnya sampai mengenai selaput
otak maka pengobatan berlangsung sampai 12 bulan. Obat diminum setiap
hari, dan ada obat yang menyebabkan air kemih berwarna oranye-kemerahan.
Biasanya gejala membaik pada 1-2 bulan pertama, namun harus ditegaskan
bahwa pengobatan yang tidak tuntas atau putus berobat dapat
mengakibatkan kekambuhan dalam bentuk yang lebih berat.
Pentingnya Meluruskan Istilah Vlek
Mengapa
istilah Vlek ini sebaiknya tidak lagi digunakan dan harus diluruskan
menjadi sakit TB ? Pertama tentu karena tidak ada rujukannya maka kita
harus mengembalikan ke pilihan kata yang benar. Bisa dibayangkan jika
kebetulan orangtua berkomunikasi dengan dokter di luar negri misalnya
maka mereka akan kesulitan memahami penyakit Vlek ini, sedangkan
penyakit Tuberkulosis dikenal oleh seluruh dokter di belahan dunia mana
pun. Kedua, orangtua yang tidak dijelaskan bahwa Vlek adalah TB menjadi
kurang pemahaman bahwa : penyakit TB adalah menular sehingga harus
dicari siapa sumber penularan dan siapa yang sudah atau berpotensi
tertular. Penyakit TB adalah penyakit yang dapat mengenai seluruh organ
tubuh, termasuk otak, tulang, hati dan usus serta dapat menyebabkan
kematian. Pengobatan TB harus tuntas dan sampai sembuh, sehingga
orangtua harus memahami pentingnya keteraturan minum obat.
Apa
yang harus dilakukan jika dokter menyatakan putra Anda terkena Vlek?
Penting untuk orangtua melakukan konsultasi mendalam dengan dokter
mengenai apakah yang dokter maksudkan vlek adalah sakit TB, lalu dapat
dikomunikasikan mengenai alasan mengapa sampai terdiagnosis TB
berdasarkan pemeriksaan yang sudah dilakukan seperti hasil uji Mantoux
yang positif dan hasil Rontgen yang menunjang ke arah TB. Orangtua harus
membantu mengidentifikasi sumber penularan serta kemungkinan masih
berlangsungnya transmisi kuman dan adanya anak lain dalam rumah yang
mungkin juga tertular. Dengan cara seperti ini maka penanggulangan TB
akan dapat menurunkan angka pasien TB di Indonesia.
Sumber :
Dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K)
Ketua UKK Respirologi PP-IDAI
Staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
No comments:
Post a Comment